Senin, 25 Februari 2013

Diarymu Dalam Genggamanku


Diarymu Dalam Genggamanku

oleh Iqbal Galileo Figaro pada 19 Desember 2012 pukul 8:15 ·
http://www.facebook.com/idiqbadal
            Kenalin gue Andi. gue tinggal di Bondowoso, yap kota yang terkenal dengan sebutan kota tape.Ini kisah gue. Hari itu ketika hujan mulai turun, gue pun bergegas kembali kerumah. Berlari melewati jalanan becek dan basah. Suara halilintar sesekali terdengar menggema. Gue mulai takut untuk meneruskan perjalanan lebih jauh lagi. Gue berhenti disebuah gudang tua yang tampak seperti bangunan tua tak terurus, dengan semak belukar dan rerumputan kerig yang berserakan. Gue duduk di sebuah kursi tua yang terbuat dari kayu. Setidaknya kursi ini bisa membuat gue beristirahat sejenak setelah lelah sejam berlari. Sesekali gue menatap ke jendela, seperti ada sesuatu yang menarik perhatian gue. Rasa penasaran mengelilingi kepala gue. Gue hampiri secara perlahan lahan mengintip dari sebuah jendela, terdengar suara tangisan yang cukup ringan. Seorang cewek dengan wajah penuh corengan lumpur, terlihat sangat ketakutan. Gue mencoba mendekati dan tersenyum simpul.

“hei kamu siapa, knapa nangis?” Tanya gue.
ssiii siiapa kamu? Jangan dekati aku!” jawabnya.

 Gue merogoh sebuah cokelat yang ada di saku celana gue yang sempet gue beli di sebuah warung sepulang bermain. Dengan ramah gue berikan cokelat itu, terlihat dia begitu kedinginan dan lapar. Akhirnya dia mulai mendekat dan mengurangi rasa takutnya. Pembicaraanpun dimulai dan berlangsung lama. Namanya tika, dia tetangga yang baru pindah. Dia menangis karena dikerjain dengan teman temannya. Rupanya dia juga membawa payung hijau untuk ke gudang ini
Rintikan tetesan hujan terakhir telah jatuh, pelangi muncul dari balik awan. Gue ajak tika keluar dari gedung tua itu dan menunjukkan hal indah yang muncul.. Gue gandeng tangan dia dan saling menatap pelangi. Gue menoleh kesamping menatap tika yang tampaknya sangat senang. Dan akhirnya gue putusakn untuk pulang kerumah. Jarak rumah yang  tidak cukup jauh memudahkan gue untuk saling bertemu. Rupanya tika seorang cewek pemalu. Tampaknya dia tidak memiliki banyak teman di sekolah dasar yang satu sekolah sama gue. Gue rela meluangkan waktu bersamanya sepulang sekolah. Tentunya ketika semua tugas sekolah selesai. seperti biasanya gue sama dia bertemu di tempat yang sama. Di sebuah taman di tengah kompleks yang tak jauh dari rumah. Kita menghabiskan waktu bersama cukup lama, tak jarang pantat gue kesakitan tiap kali dipukul ma bapak gue gara gara bermain sangat lama.
            Beberapa tahun berlalu, tika yang waktu itu teman satu sekolah SD hingga SMP begitu sedih. Semua ini dia dapati ketika mengetahui gue akan pindah rumah, dan tidak melanjutkan sekolah dikota tempat kelahiran gue ini. Semuanya begitu berat, terlebih banyak kenangan yang telah kita lalui bersama.
            Tiba dihari saat gue akan pindah rumah, gue pergi menemui tika untuk terakhir kalinya. Gue kasih sebuah boneka kecil, boneka pisang yang gue beli tanpa sepengetahuan dirinya. Tika sangat sedih, sesekali dia menunduk dan meneteskan air matanya.

“tika gue pergi hari ini. Mungkin jika memang bisa bertemu, kita akan bertemu lagi. Berjanjilah untuk menjadi seorang tika yang gue kenal” bujuk gue pada tika

Tika hanya bisa menangis dan berlari menuju kamarnya mengunci kamar rapat rapat, dan tidak mau bicara. Bunda tika berusaha membujuknya untuk keluar, namun dia tetap bersikukuh didalam kamarnya.

“yasudah bunda, sebaiknya saya pulang. Sepertinya keluarga sudah pada nungguin saya dari tadi. Salam buat tika bunda! Andi pamit” kata gue.

Bunda tika tersenyum simpul menatap gue, tangan lembutnya mengelus kepala gue sambil ngucapin beberapa kata sebelum gue pergi.

“hati hati ya nak andi, tika pasti akan merindukanmu. Kalau ada waktu, main main kesini lagi. Kami semua akan menyambutmu”.

Gue pun menggangguk dan tersenyum. Dengan berat hati gue pergi kembali menuju sebuah mobil dengan keluarga yang sudah cukup lama nungguin gue. Gue tatap dari dalam jendela mobil, sepertinya tidak ada tika diluar.

bapak bisa kita berangkat sekarang?” pinta gue.

Roda mobil gue mulai berputar meninggalkan tempat kelahiran gue. Seseorang tampak dari spion sedang berlari mengejar mobil gue, gue tatap kebelakang. Rupanya tika sedang mengejar gue. Namun gue tak bisa membuat mobil ini berhenti. Hanya akan membuat perpisahan semakin menyedihkan. Bapaku melaju kencang menuju kota tempat tinggalku nanti, kota pendidikan yaitu Jogjakarta. Gue menempuh jarak yang cukup jauh dari bondowoso. Sangat melelahkan rasanya ketika sampai dirumah dinas bapak gue. Gue turunkan semua barang barang gue dan mulai menata semuanya dikamar baru gue.
            Hari hari gue coba jalani dengan menerima semua hal yang baru. 3 tahun kemudian setelah kelulusan gue dari sebuah SMA di Jogjakarta, gue meneruskan dengan kuliah sastra bahasa Indonesia di sebuah fakultas sastra ternama di kota malioboro ini, melalui jalur bidikmisi gue memperoleh beasiswa kuliah. Lumyanlah untuk menghemat pengeluaran orang tua untuk membayar biaya kuliah. Pas di hari pendaftaran, gue mendatangi sebuah tempat bagian pendaftaran ulang yang akan ditutup sejam lagi. Setelah kedatangan gue di tempat kuliah yang cukup besar dan sering membuat gue tersesat. Gue merasa akan terlambat, gue mulai bergegas dan berlari. “Brraaak” suara buku berjatuhan. Setelah gue menabrak seorang calon mahasiswi.

“maap maap. Gue terburu buru. Sekali lagi maaf”. Kata gue.
“iya tidak apa” jawabnya. Tiba tiba gue tatap wajahnya seperti tak asing.
maaf, nama loe tika bukan?” Tanya gue dengan penasaran.
“iya, tunggu tunggu. Kamu andi?” jawab dia.

            Rasa senangku tak terhingga, bertemu dengan sahabat lama yang lama tak bertemu. Gue teringat dan bergegas pergi untuk daftar ulang yang semakin mendekati waktu penutupan.
            Berhari hari kemudian, setelah gue melewati masa ospek. Gue duduk ditengah taman dekat air mancur. Melihat dari kejauhan tika akan menghampiri. Dengan boneka pisang yang menggantung di tasnya. Dia berlari mengahmpiri gue.
            “eh andi, ngapain loe disini, sendiri aja ndi?” kata tika.
            “ia neh, sendirian saja temanin gue disini tik” kata gue.

            Kami pun mengobrol keasyikan, tiba tiba langit mulai mendung. Hujan mulai turun. Gue mengajak tika ke tempat teduh. Suasana mulai mendingin. Gue lihat bibir tika mulai pucat. Wajahnya tampak begitu lemas. Tanpa pikir panjang gue buka jaket gue dan memakaikannya ke tubuh dia. Gue pikir itu semua akan membuat dirinya merasa lebih bakan namun tidak sama sekali, badanya semakin pucat dan lemas. Gue coba mencari kontak sanak saudarnya di Jogjakarta. Gue hubungi tantenya. Akhirnya sampai sejam, tika dibawa tantenya ke sebuah rumah sakit terdekat. Gue menggendongnya naik turun dari mobil. gue semakin takut akan kondisi tubuhnya yang makin lama makin memburuk. Gue menunggu dan menunggu di koridor rumah sakit. Dokter keluar dan menemui kami berdua. Gue dan tanteku terkejut, rupanya tekanan pisikis yang membuat tubuhnya mudah drop. Gue merasa bersalah jika saat itu harus meninggalkannya. Terlebih ketika itu tantenya bercerita, tika tak mau makan dan minum hingga sakit demam tinggi dan parah hingga dibawah kerumah sakit. Akhirnya setelah beberapa menit. Tika sadar dari pingsannya dalam . Rupanya dia memanggilku dan tantenya, sehari menginap di rumah sakit.
Esok paginya gue bangun dan bergegas pulang disaat tika dan tantenya terlelap. Dua hari kemudian ketika tika sembuh total, ia kembali berkuliah dengan mata kuliah matematika yang diembannya. gue menemuinya dan mengajaknya pergi malam ini. Ketika tiba wakunya gue menunggu, 1 jam gue tunggu, 2 jam gue tunggu, 3 jam gue tunggu hingga larut malam. Rasa kecewa amat besar menimpa gue.
 keesokan harinya seperti biasa gue berangkat kuliah dengan motor vespa modifan gue., bertemu dengan tika di tempat parkir, sepertinya dia memanggil gue dari kejauhan. Namun gue tetap berjalan tidak menghiraukannya. Dia berlari dan berhenti didepan gue berusaha seolah olah meyakinkan gue atas apa yang terjadi semalam. Namun gue tetap tidak menghiraukannya, namun justru gue memaki dan mengumpat dirinya. Berusaha menghilangkan rasa kecewa. Gue pergi meninggalkan tika yang menangis. Gue sudah merasa tidak peduli dengan dia lagi, yang tidak memperdulikan diri gue. Yang sangat mengharapkan kedatangan dirinya.
Hari demi hari gue jalani tanpa dirinya. Sebulan kemudian pengumuman di mading sekolah terpampang foto tika dengan tulisan IN MEMORIAM. Sontak gue langsung pergi mencari kelasnya dan menanyakan alamat rumah tantenya. Gue datangi rumah tantenya tika namun tampak sepi. Akhirnya gue kembali kerumah dan meminta ijin untuk pergi ke bondowoso tempat tinggal tika. Setibanya disana semua telah banyak berubah, taman tempat bermainku sekarang tidak terurus. Namun bukan untuk kenangan tujuan gue. gue bergegas menuju rumah tika. Disana semua tampak puluhan orang berbaju hitam menghadiri acara duka. Tetapi gue terlambat. Tika telah dikuburkan sejak malam tadi. Gue benar benar kesiangan. Rasa penyesalan gue pun tak berhujung. Gue terduduk diam dikursi luar, bebarapa tetes air mata masih berjatuhan. Tiba tiba bunda tika datang menghampiri diri gue. Dengan mata bengkak dan hidung yang sedikit flu setelah seharian menagis. Beliau memberikan gue sebuah buku harian beserta kunci kecil pegangnganya berbentuk hati. Gue raba sampul buku harian tika. Akhirnya gue meminta ijin untuk kembali pulang kerumah di Jogjakarta pada bunda tika. Diperjalanan pulang gue menaiki kereta api. Menatap keluar jendela yang semua tampak basah dan agak berkabut karena hujan. berjam jam perjalanan gue tempuh. Sesampainya dirumah gue bersiap untuk istirahat setelah hampir seharian di perjalanan. Sungguh merupakan hari yang kelam dan menyedihkan. Gue coba membuka buku harian itu dengan perlahan. Tika melukiskan rasa rindunya pada diri gue melalui lembaran diary ini. Pada lembaran terakhir yang dia tulis membuat diri gue menyesal. Bagaimana tidak di lembar itulah tertulis kata kata yang bikin gue merasa terpukul
27/November/2012. Hari ini gue seneng banget. Orang yang sejak dulu gue rindukan mau ngajakin gue pergi malam ini. Tapi sungguh disayangkan. Omku harus dilarikan kerumah sakit akibat jantung koronernya yang kumat. Gue harus menemani tante gue pergi. Gue berusaha menghubungi andi. Tapi  yang gue miliki hanya nomer handphonenya yang minggu lalu dan tidak aktif lagi. Gue lupa meminta nomernya yang baru. Gue pikir besok dia akan mendengarkan penjelasan gue dengan baik.”

“28/November/2012. Hari ini begitu hancur hidup gue. Semuanya terasa tidak berarti lagi. Gue tak tahu harus berbuat apa apa lagi.”

Postingan terakhir yang dia buat membuat gue sedih. Rasa bersalah gue makin memuncak. Gue coba dan coba cari dilembaran lainnya, mungkin gue bisa nemuin tulisan lainnya. Tiba-tiba selembar lipatan kertas jatuh. Rupanya sebuah tulisan dari bunda tika.

“nak andi, sebenarnya tika saat itu ditemukan pingsan di tempat yang tak jauh dari parkiran. teman temannya membawa dirinya kerumah sakit. Namun tika koma dan tidak tertolong lagi. Selama kamu pergi dia dulu selalu datang ke taman bermain itu. Dia selalu terlihat menyendiri. Nilai rapornya juga turun. Dan tubuhnya sering sakit sakitan. Tapi sebelum koma, dia sempat berkata pada temannya unuk menitipkan salam ke bunda nak, bahwa dia meminta maaf tidak hadir malam itu. Dan dia bilang bahwa dirinya sangat sayang sama nak andi”.

Tetesan air mata jatuh membasahi pipi gue semenjak tadi gue baca. Gue berusaha tidur lalu menganggap semuanya adalah mimpi. Namun tak bisa gue pungkiri, gue harus mencoba menerima kenyataan. jika kini hanya diarymu yang dapat gue genggam.

karangan: Mohammad Iqbal As'ad Mauludy

Buku Diary Terakhirnya yang dalam pelukanku

Usahaku Untuk Mendapatkanmu


Usahaku Untuk Mendapatkanmu

oleh Iqbal Galileo Figaro pada 20 Desember 2012 pukul 20:53 ·
aku alfin seorang anak remaja yang berumur 17 th. Memang aku akui, aku punya masalah dengan penampilan. Banyak teman sering mengejekku karena hal itu. Aku yang selalu memakai kaus kaki panjang dan penampilan sangat rapi. Juga tak lupa rambut yang selalu aku sisir ke arah kiri. Aku sadari juga kulitku cokelat dan sangat tidak menarik untuk dimiliki. Tetapi aku sadari itulah yang terbaik buat diriku. Namun, aku senang semua telah berubah. Justru lebih baik. Ini semua berawal ketika aku mengenal annisa.
Hari itu hari biasa saja, pergi kesekolah dengan penampilan khasku. Tumben saja, hari ini tidak ada ledekan. Aku senang sekali tidak ada yang mengusik. Hari yang biasanya bikin aku kesal, sekarang tidak. “Wah damai hidupku hari ini” pikirku. Bel sekolah terdengar, ku pergi ke kantin. Melewati sebuah cermin, lalu aku pikir sebaiknya bercermin untuk sekedar memastikan penampilanku rapi. Ketika aku bercermin berpikir rambutku sudah panjang, dan aku juga pikir sudah waktunya dicukur. Pulang sekolah aku bergegas dan berganti pakaian rumahan. Ditemani sepeda motor tua milik ayahku menuju tempat pangkas rambut.
“mau dicukur gimana dek?” kata si tukang cukur.
“ditipisin saja mas, poninya jangan dipotong” pintaku pada tukang cukur.
“gimana kalau di potong gaya emo dek?” tambah tukang cukur.
“emm, iya deh mas, terserah yang penting cepet” jawabku dengan ekspresi terburu-buru.
Maklum, semua tugas sekolahku belum aku kerjakan. Memang tidak harus dikumpulkan hari esok. Tapi hanya untuk berjaga-jaga agar tidak lupa. Sekitar 15 menit potong rambut aku terkejut dengan rambutku yang jabrik. Sungguh aku kaget dan merasa takut. Campur aduk sudah pikiranku, rasanya ini bukanalah diriku. Esok pagi ku berangkat sekolah dengan rasa berbeda dan sangat malu. Teman-temanku semua pada keheranan dengan kondisiku yang baru dan berbeda. Aku kini merasa lebih percaya diri. Awalnya aku pikir penampilanku bagus, namun ternyata aku salah kaprah. Penampilanku justru aneh, hanya rambut yang berubah. Aku pikir aku benar-benar seorang cowok pecundang yang memiliki rasa GR tingkat tinggi. Sungguh kecewa dan malu saat itu.
                Suatu ketika, kala itu aku bertemu dengan siswi lainnya, seorang cewek dengan rambut panjang lurus serta kulit kuning langsat. Pribadinya juga polos namun tetap saja sikap polosnya bukan berarti dia kuper seperti aku. Maklum, apa sih yang bagus dari diriku ini. Aku selalu minder untuk berteman. Hari itu entah apa dipikiranku. Sungguh benar-benar pikiran yang sangat aneh bagiku.
                Esok harinya karena hari itu kebetulan adalah hari minggu , iseng-iseng aku pergi ke warnet yang paling dekat denagn rumahku. Cukup jalan kaki, sekitar 10 menit aku tiba di warnet. Sesampainya aku langsung mencari tempat kosong dan tentunya nyaman. Kumulai dengan membuka akun facebookku. Sekedar untuk mencek apa saja yang selama ini terjadi. Tiba-tiba terlintas dipkiranku membuka situs lainnya. Lalu aku bukalah sebuah situs dimana semua berisi tips perawatan tubuh dan bagaimana cara menjadi cowok cakep. Wah aku pikir ini akan bermanfaat buatku. Langsung saja ku copy kedalam flashdisk 4gb berwarna hitam milikku. Aku pulang dan melihat kembali isi file yang telah ku copy tadi di computer rumah. Aku terus berulang-ulang membacanya namun bukan apa-apa yang kudapatkan. Justru melamun seorang cewek yang kemarin aku temui. Apa sih perasaan ini sebenarnya. Aku benar-benar tak mengerti.
                Hari senin, seusai upacara sekolah aku kembali kedalam kelasku. Rasanya aku tak tahan untuk bercerita pada temanku tentang cewek yang aku temui. Aku deskripsikan orang itu pada temanku indah namanya. Dia satu-satunya temanku yang paling akrab dengan diriku. Sibuk bercerita, cewek itu lewat kelasku.
                “itu indah, cewek yang aku ceritain ke kamu!” jawabku sambil senyum-senyum malu
                “oh, dia temanku. Teman sekaligus tetangga rumahku yang baru saja pindah.
Jadi dia sekolah disini. Annisa namanya!. Mau aku kenalin?” jawab indah
“jangan-jangan. Aku malu” sambil menutup mulut indah yang berusaha berteriak mencari perhatian annisa. Namun annisa hanya tersenyum, lalu pergi.” Wah, cuek banget ya orang ini” pikirku. Selain itu, kini aku justru malu setelah bercerita ke indah. Sedikit kaget ketika tau dia berusaha teriak. Arrgggh, untung saja sempat aku cegah.
Esok paginya, aku bangun seperti biasa, dan menyempatkan bercermin untuk memastikan ada perubahan yang bagus. Tapi tidak, justru malah mengecewakan. “oh tidak, apaan ini. Wajah kusam, eh ditambah jerawat juga?” teriakku dalam hati. Bergegas aku ke kamar mandi dengan segala cara aku berusaha menghilangkannya lalu pergi kesekolah. Bukannya kabar baik, justru hasilnya menjadi kabar buruk. Jerawat kini menjamur diwajahku. Semakin jauh saja kesempatanku untuk mendapatkan annisa. Ah, benar-benar jerawat ngesellin. Akhirnya aku coba untuk menggunakan sabun jerawat. Namun hasilnya tetap saja, justru kini kulitku semakin tidak nyaman akibat kering.
Hari-hari aku jalani dengan rasa tak percaya diri yang semakin tinggi. Jangankan menyapa aku. Annisa sedikitpun tak ingin melirikku. Aku benar-benar merasa tak pantas untuk dia. Sepulang sekolah aku lempar tas dan sepatu hingga berserakan di kamar. Aku rebahin tubuh sejenak diatas kasur kecilku yang nyaman. Terlintas dipikiranku saat ini untuk membuka file itu lagi, aku langsung bangun dan membuka file-file itu, lalu kucatat semua bahan yang diperlukan. Aku berinisiatif untuk melakukan semua tips itu selama liburan sekolah tahun ini. Ketika liburan sekolah dimulai, semua bahan mulai aku keluarkan dari dapur. Mulai dari bengkuang, belimbing wuluh dan sebagianya. Aku coba untuk mulai melulur tubuh lalu melakukan perwatan wajah untuk menghilangkan jerawatku. Sedikit demi sedikit telah tampak perubahan. Semua bekas jerawat sudah hilang. Rambutku juga telah aku panjangkan dengan tidak mencukurnya hingga tak kalah seperti personil boyband yang sering muncul ditelevisi.
Setelah liburan selesai aku harus kembali kesekolah lagi. Kini semua telah berubah. Rambut agak aku acak-acakin, celana aku tarik lebih kebawah dan kaus kaki pendek serta memakai jam tangan disebalah kiri. Aku juga tak lupa menyemprotkan parfum sebelum masuk kelas. Aku datang masih tetap terlalu pagi. Jadi teman-teman belum datang. Aku duduk di kursi di koridor luar kelas. Tampak dari jauh annisa datang dengan menenteng helm ink hitamnya. Aku menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk untuk berani menghampirinya.
“Nisa, annisa tunggu dulu. Aku pengen ngomong sebentar sama kamu. Sebenarnya aku selama ini suka sama kamu nisa!” kataku agak gugup. Suasana pagi yang masih hening,dan annisa tak menjawab sepatah katapun. Dia hanya menatap mataku dan terlihat sedikit air mata tampak dari matanya. Lalu dia pergi tanpa memberikan aku jawaban. Menatapnya dia pergi aku tak mampu berkata apapun. Sakit hati terasa begitu sulit untuk disembuhkan. Aku kembali ke kelas dan duduk dikursiku dengan penuh rasa kecewa. Sedikit demi sedikit teman-teman berdatangan. Semua mengomentari penampilan diriku sekarang. Mereka tampak sungguh kaget dan senang sekarang memiliki teman seperti aku. Hari-hari berjalan, kini aku telah menjadi pembicaraan dikalangan cewek sekolah. Tapi sungguh tak sedikitpun aku merasa senang. Seharusnya usaha ini berhasil mendapatkan hati annisa. Tapi justru menjadi hal yang sia-sia. Rasa galau yang sebelumnya tak pernah kurasakan, kini sepertinya menjadi makanan tiap hari. Aku masih belum bisa menerima sikap annisa buat aku.
Hari minggu pagi aku coba menghibur diri dengan jalan-jalan di puncak bukit dibelakang sekolah. Sendirian dan suara heninglah yang menemaniku. Suhu yang dingin di pagi hari tidak membuatku lupa memakai jaket. Aku duduk dan menatap bangunan-bangunan dari puncak bukit. Tak sadar rupanya disampingku agak jauh ada seorang cewek. Rupanya dia annisa. Aku hampiri dan mencoba meminta alasan atas pertanyaanku. Dia hanya terdiam dan meneteskan air mata. Lama waktu berselang, annisa mulai bicara dengan nada kecilnya.
“sebenarnya aku sering memperhatikanmu. Sejak aku pindah ke sekolah ini, aku bisa melihat ketulusan hatimu. Hanya saja aku tidak ingin mengungkapkan rasa ini. Aku takut hanya akan membuat aku sakit hati. Ketika kau menanyakan itu padaku, aku terharu mendengarnya. Namun aku tak ingin mengambil keputusan dengan cepat. Aku suka kamu apa adanya. Kamu tak perlu menjadi orang lain, jadilah dirimu sendiri fin. Apapun itu, aku tetap menyukaimu. Kamu berbeda. Kamu istimewa bagiku” jawab annisa padaku. Aku meneteskan air mata. Memeluk tubuhnya erat-erat. Sesekali menatap wajahnya.
“jadi annisa, kamu mau gak jadi pacarku?” tanyaku sedikit ragu. dia terdiam sejenak dan lalu tersenyum
“iyaa, aku mau jadi pacarmu fin. Aku mau!” jawabnya dengan senang.

Namun, kini dia tak lagi manjadi pacarku setelah 10 tahun berlalu pacaran. Aku putus dengan dirinya, walaupun kini dia bukan pacarku. Tapi kini dia telah menjadi istriku dan memberiku dua orang anak yang cantik dan tampan

Cornetto Cokelat Terakhirnya

.::My Lovely Story::.


Cornetto Cokelat Terakhirnya

oleh Iqbal Galileo Figaro pada 12 Januari 2013 pukul 4:45 ·
Ketika itu saat aku  mengotak atik akun facebookku dengan ditemani cemilan ice cream cornetto mini cokleat disampingku. Iseng isenglah ku coba untuk sering mencari perhatian salah satu akun facebook yang telah menjadi temanku di dunia maya. Kita tak saling mengenal satu sama lain. Setiap hari aku like apa saja yang dia share dalam kronologi facebooknya. Hingga suatu hari ketika itu kita berdua sama sama saling online. Tanpa basa basi lagi aku pun ajak chatingan dengannya. Yola namanya, dengan rambut terurai panjang, kulit putih dan manis. Seperti biasa, jiwa raja gomblaku bangkit jika udah deket ma cewek cantik, walau hanya di depan layar monitorku dan didunia maya pula. Selain itu, wajahku sih banyak juga yang bilang cakep (hehehe). Sesekali rasa percaya diriku timbul, dan selalu saja merapikan rambutku. (set set, cakep dah. Ngaca dulu ahh). Yup saatnya kumulai chat dengannya.
“semangaaat brooo!!!” teriakku dalam kamar pribadiku yang udah aku tempel tulisan keep out disisi luar.
“heei, met siang. Lagi ngapain” kutulis dengan penuh harapan.
“siang juga. Online aja nih. Ini siapa?” jawabnya.
 “kenalin, namaku iqbal. Sala kenal dariku” tulisku pada jendela obrolan facebook.

                Akhirnya kamipun terlibat percakapan yang cukup seru. Chatingan disiang hari yang panas selalu membuatku ketagihan cornetto mini, aku siapin deh lagi setelah ngambil dari kulkas. Dan aku letakkan di samping layar laptopku. Lama chatingan tak terasa, sepertinya dia juga merasa tertarik padaku. Langsung saja ku tanyakan pin BB atau Whatsappnya jika dia punya. Dan untungnya lagi dia berbaik hati padaku dengan memberi PinBBnya. 3 jam setelah lelah chatingan di depan laptop, aku coba kirim dia BBm. Ternyata dia juga nungguin aku ngirim BBmku. Seneng rasanya, rebahan diatas kasurpun terasa rebahan tubuh diatas empuknya awan putih. Melayang rasanya (hehe).
                Kami cukup saling mengenal dan memutuskan untuk saling bertemu. Dia tak begitu jauh dari rumahku. Cukup sekitar 25 menit ku tempuh dengan motorku yang sudah kubersihkan supaya terlihat kinclong dan keren. Tak lupa juga ku bawain dia ice cream cornetto nanti di toko terdekat dari rumahnya. Berhenti di sebuah swalayan mini dipinggir jalan, ku beli dua cone ice cream cornetto. Aku bawa dengan perasaan senang menuju kostan yola. Yola telah menunggu di sebuah kursi taman di halaman kost kostannya.
“hei soree, lama nungguinya? “ kataku sambil turun dan memarkirkan sepeda motorku disamping pohon taman.
“gak papa kok bal, lagian aku baru saja keluar. Gerah didalam” jawabnya dengan senyum lembut.
“aku punya sesuatu buat kamu yola. Kamu tutup mata deh!” kataku.
Yola pun menutup matanya denga tampak gelisah karena penasaran.
“udah, sekarang kamu bisa buka mata kamu yola”. Ucapku sambil member cornetto di tangan kananku.
“waaah, ini kesukaanku. Makasih banget ya. Kamu tau aja aku lagi pengen cornetto. Gerah gini enak nih makan cornetto” jawabnya dengan senang.
Kami berdua pun terlibat obrolan yang lagi lagi seru dengan sembari menikmati ice cream conetto. Ice cream yang ia makan tampak blepotan pada bibirnya. Aku coba bersihkan dengan tanganku. Kami pun bertatapan. Rasanya aku merasa nyaman bersamanya.

Langit tampak mendung. Aku pun bergegas mengambil sepeda motorku dan berpamitan pada yola. Dia mengibaskan tangan dengan senyuman manisnya. Aku pun pergi meningglakan kosannya. Setibanya dirumah terkadang rasa rindu muncul. Hingga sering setelah itu aku main-main ke kosan yola dengan membawakan ice cream kesukaan dia.

Lama kami menjalani hubungan pertemanan ini, dengan seperti biasa aku bawakan cornetto kesukaannya. Namun kali ini, dia menolaknya. Tampaknya dia berubah. Memang akhir-akhi ini dia tak lagi sama. Pantas saja setiap jam dan berhari hari aku tunggu Bbmnya tau whatsappnya tak pernah muncul dalam smartphoneku. Monitor laptopku juga tak pernah absen berada disisiku untuk memastikan dia sedang online. Karena itulah, tepat rasanya jika hari ini aku datang dan menemuinya untuk memastikan alasan dirinya berubah sikap saat ini. Dengan sedikit kecewa aku pergi kekosannya. Sesampainya di depan kamarnya aku ketuk pintunya. Dia keluar membukakan pintu dengan ekspresi wajah datar dan tidak disambut seperti biasanya.
“ada apa sebenarnya, kenapa kamu berubah?” tanyaku. Dia tetap saja diam seribu bahasa. Tidak ada respon dan hanya merunduk.
“ini aku bawain kamu cornetto kesukaanmu!” tambahku dengan senyuman. Namun tampaknya dia tetap saja terdiam dan membuatku justru malah bingung. Sedikit juga rasa kecewa mulai muncul.
“yasudah, ini aku letakkan diatas meja. Kamu makan ya yola!. Selain itu ada satu hal lagi yang ingin juga aku tanyakan ke kamu yola” ucapku dengan tak bersemangat.
“maukah kamu jadi pacarku?” tanyaku dengan menatap matanya. Namun dia tetap saja diam, diam dan diam. Rasa kecewakupun semaki menjadi. Aku putuskan untuk pulang.
“oke jika kamu diam, aku lebih baik pergi. Satu hal lagi. Kamu tidak perlu menjawabnya hari ini”. Aku pun pergi dengan rasa kecewa tak mendapatkan jawaban apapun yang aku ingin cari tau.

Cukup lama itu semua berlalu, hati dan perasaan kini telah berubah. Aku berusaha membuka hati kembali untuk orang lain. Awalnya begitu sulit bagiku membua hati untuk orang lain. Karena aku terlanjur sayang dengan yola. Aku telanjur cinta sama yola. Semua itu membuatku merasa tak berarti lagi memiliki hidup. Hari hari ku jalani dengan tanpa semangat hidup. Nafsu makanpun tak ada. Namun semua itu telah aku lewati. Kini aku berusaha menjalani hubungan dengan oran lain, risa namanya. Terkadang aku sering salah memanggil nama risa dengan yola. Namun aku yakin aku dapat melupakan semua masa lalu itu.

Suatu ketika aku mengajak risa jalan. Perjalanan yang awalnya ku merasa have fun banget. Tiba tiba aku teringat pada sesuatu dan membuatku merasakan sebuah kesedihan. Itu terjadi setelah aku melewati kosan yola. Cukup jauh sekitar 300 meter telah aku lewati kostan yola. Aku berpikir untuk kembali, setidaknya mengunjungi yola. Sesampainya disana aku tampak bingung. Kenapa kosan ini sepi. Risa pacarku juga bingung mengapa aku mengajak dia ketempat ini. Tak lama berselang ibu kost keluar dan menayakan namaku.
“siapa namamu nak? Apa yang kau lakukan disini?” Tanya ibu kost dengan ramah.
“aku iqbal, temennya yola. Yola ada bu?” tanyaku
“ohh, nak iqbal. Ini ibu ingin memberimu titipan ini. Kotak hijau dari yola. Dia sudah lama pergi dari sini. Katanya sih kembali ke kampung halamnya” kata ibu kost.
“terimakasih bu, kalau begitu aku juga ingin meminta alamat rumah yola bu” jawabku. Risa dengan sedikit bingung dan tampaknya juga mulai cemburu. Namun untung saja dia seorang cewek yang pengertian dan setia.

Hingga tiba dirumah setelah aku antarkan risa kerumahnya. Aku membaringkan tubuhku yang kelelahan diatas kasur empukku dikamarku tentunya. Aku coba lihat dan buka titipan kotak berwarna hijau. Aku buka dan isinya sebuah surat yang tampak cukup lama telah ditulis. Lembab dan sedikit sobek. Ku lihat dan baca seraya memahami baris per baris tulisan dalam surat itu.
“Maaf bal, aku tidak ada niatan untuk menolakmu. Sungguh, aku juga sayang kamu. Tapi ada hal yang kamu gak ketahui tentang aku. Saat ini tak ada lagi harapan buat aku. Sekarang aku ingin banyak menghabiskan waktu dengan keluargaku dikampung”.
Berulang kali aku baca. Hanya saja aku merasa bersalah telah pernah memaksakan kehendakku untuk menjadi kekasihnya. Tak habis pikir, aku pun bergegas menuju kampung halaman yola dengan alamat di secarik kertas yang kudapati dari ibu kostan yola.
Lama jalan yang aku tempuh, sekitar 3 jam perjalanan dari rumahku. Jarak yang jauh  ku kebut hanya untuk mengetahui keberadaan yola saat ini. Sengaja aku tak mengajak risa untuk pergi kali ini, selain itu aku juga telah bilang untuk butuh istirahat beberapa waktu.
Sesampainya dirumah yola tampak sepi sekali.
“yolaaa, yolaaa. Aku iqbal. Kamu keluar dong” teriakku dari depan pagar bambu rumah yola. Namun justru ibu yola yang membukanya. Dia menanyakan diriku dan asal usulku serta hubunganku dengan yola. Namun sebelumnya aku telah diajak masuk dan duduk di ruang tamu rumah yola. Pertanyaan demi pertanyaan yang ibu yola tanyakan, aku jawab. Ibu yla pun bercerita, pada saat itu bapaknya sakit keras. Dia terkena penyakit diabetes. Tak lama kemudian dia pun meninggal. Yola begitu sayang sama bapaknya. Apa saja yang yola inginkan, pasti bapak berusaha keras mengabulkannya. Kini yola sangat depresi berat, akhirnya la akibat itu juga, ibu baru tau yola mengidap sebuah kanker yang merenggut penglihatannya. Kini dia tak dapat bertahan lama. Kanker itu mengganas. Ibu yola tak memilki penghasilan yang cukup, dia hanyalah seorang penjual rujak keliling. Yola pun terpaksa menjual handphonenya demi pengobatannya.
Panjang cerita yang aku dengar, hingga tak jarang aku hanya dapat terdiam dan merasa bersalah. Tiba tiba aku mulai curiga dengan suara isak tangis dari balik kamar dekat ruang tamu.
“maaf ibu, siapa yang menangis itu? Bolehkah saya melihatnya” tanyaku.
Ibu yola hanya menggangguk dengan tangan kanannya menutup mulut seperti tak kuasa untuk menerima takdir tuhan yang telah diberikan pada yola. Aku pun membuka tirai kamar, dan betapa terkejutnya yola meraba-raba meja untuk mendapatkan air minum, gelas disampingnya pun pecah. Yola  hanya dapat menangis. Aku pun tak kuasa untuk menahan air mata.


“yolaa, yolaa. Ini aku iqbal. Aku disampingmu” ku coba tuk duduk disamping yola dikasur yang cukup kecil.
“iqbal, iqbal dimana kamu. Kamu dimana?” tanyanya dengan tangan gemetar mencari wajahku.
“aku disini yola” kuraih tangan yola dan menggiringnya menyentuh pipiku.
“maafkan aku iqbal, maafkan aku” kata yola sambil gemetaran meraba wajahku.
“tidak ada yang perlu dimaafkan yola” jawabku dengan lembut
“aku minta maaf, aku bisa jelasin semuanya” kata yola.
“baiklah, aku akan mendengarkannya” tambahku.
Yola pun bercerita panjang lebar. Dia juga menceritakan betapa perihnya kehilangan bapaknya. Dia bercerita cukup lama hingga hampir malam.
“yola, sudahlah, istirahat. Giliranku untuk bercerita sebenarnya apa yang terjadi selama ini” kataku. Aku pun bercerita pada yola hingga larut malam. Dia tertidur karena kelelahan. Aku pun juga tertidur disamping  kasur yola dengan memegang tangan yola.
Esok harinya ketika sinar matahari pagi menyilaukan mataku. Aku terbangun, dan berusaha membangunkan yola juga.
“yola, hayo bangun. Ini sudah pagi” aku menepuk halus tangannya. Namun yang kurasakan begitu dingin suhu tubuhnya.
“yolaa? Yolaaaa? Bangun yola! Yolaaa!” aku pun mulai panik. Tidak ada respon sedikitpun darinya.
“yoolaaa!!! Bangun yolaaaa!!!” aku berteriak hingga mengundang ibu yola datang kekamarnya.
“ada apa nak iqbal? Ada apa?” kata ibu yola
“yola buuuu, yolaaaa. Nadinya tidak berdenyut” jawabku penuh tangis.
“apa? Yolaaaaa!!” ibu yola kaget dan langsung memeluk tubuh yola erat erat.
Aku pun pergi keluar rumah mencari udara segar dan menenangkan pikiran. Air mataku tak kunjung selesai mengetahui yola telah pergi. Aku benar benar tak kuasa dan hanya bisa menangis.

Beberapa jam telah aku habiskan untuk menenangkan diri.
Aku kembali ke rumah yola, karena ku rasa perasaanku mulai tenang.
“nak iqbal, yola menitipkan ini” ibu yola memberikan ice cream cornetto cokelat untukku.
 “nak iqbal. Itu ice cream 3 hari lalu yang dia beli. Dia begitu memaksakan dirinya untuk membelinya. Ibu udah ngelarang. Tokonya jauh dari rumah. Dan dia tidak dapat melihat apa-apa. Jadi ibu harus mengantarnya. Sempat ibu tanyakan mengapa dia ingin menyimpan ice cream ini, justru bukan memakannya. Ternyata ini buat kamu. Tengah malam dia terbangun dan memanggil ibu. Dan memberi tau mengenai ice cream cornetto itu, Pas ketika kamu kelelahan di tengah malam nak” cerita ibu yola.
Aku pun tak bisa menahan air mata untuk jatuh kembali. Aku mengambil ice cream itu  dan membawanyaa pergi kerumah. Aku berpamitan pada ibu yola, dia memelukku dengan penuh tangisan kesedihan. Ku ambil sepeda motorku dan pergi menuju sebuah taman di kota tempat tinggalku. Aku mengebut dijalanan seolah tak menghiarukan kecelakaan yang bisa terjadi padaku. Setibanya aku duduk disebuah kursi taman di tengah taman kota. Langit sudah tampak mendung. Rintik hujan tak memberikanku respon untuk pergi dari tempat itu. Tiba-tiba ada sebuah payung berada diatas kepalaku dengan tangan seorang perempuan memegangnya. Kulihat wajah itu, dan rupanya risa pacarku.
“begini rupanya kmu pada orang yang kamu sayang. Kamu tak menghargainya. Kenapa kau tak makan ice cream itu. Kenapa kau tak hargai pemberian terakhirnya” bentak risa terhadapku.
“kamuu? Darimana kamu tau?” tanyaku dengan gugup dan gemetaran karena dingin setelah hampir berjam-jam kehujanan.
“aku tau semuanya. Karena aku sering membuntuti kamu kemana saja. Hanya kamu tak pernah sadar aku ada disekitarmu. Sekarang makan cornetto itu. Rasa cokelat kesukaanmu kan? Kenapa gak kamu makan??” Tanyanya dengan keras.
“sayang rasanya untuk memakannya. Aku tak sanggup. Dia buta saat itu, dan menyempatkan dirinya untuk membelikan ini buat aku! Kamu gak ngerti” bentakku pada risa.
“iqbal, sekarang gini. Cinta yang tak pernah kamu rasakan dari yola. Sekarang dalam wujud ice cream itu. Kenapa gak kamu makan. Cinta itu akan mengalir dalam tubuhmu. Yup, tentu saja cinta dan perjuangan yola untuk mendapatkan itu” risa memberikan penjelasan.
Akhirnya aku pun terdiam. Dan perlahan aku buka tutup ice cream itu. Dan ku coba nikmati walau sudah sedikit encer. Namun rasanya begitu nikmat. Ice cream dari orang yang kita cintai dengan setulus hati memberikannya. Rasanya tidak seperti biasanya. Aku menetesakn air mata ketika ku coba habiskan cornetto pemberian yola.
Risa pun melempar payung itu jauh. Dan memeluk tubuhku yang kedinginan. Aku pun kembali memeluknya.
“maafkan aku, aku tak akan pernah menyianyiakan orang yang benar benar mencintaiku. Maafkan aku risa. Aku tak akan mau terulang lagi penyesalan. Makasih udah mau setia selama ini” ucapku pada risa. Risa pun mengagguk yang berati dia memaafkan aku.
Aku pun pergi meningglakan bungkus cornetto itu. Dan pergi membawa pelajaran hidup baru.
Meninggalkan orang yang kusayangi pergi ke tempat yang indah. Sesekali selepas kejadian itu aku mengunjungi makam yola untuk sekedar melepas kerinduanku ditemani risa sebagai istri baruku.

-SEKIAN-