Senin, 25 Februari 2013

Diarymu Dalam Genggamanku


Diarymu Dalam Genggamanku

oleh Iqbal Galileo Figaro pada 19 Desember 2012 pukul 8:15 ·
http://www.facebook.com/idiqbadal
            Kenalin gue Andi. gue tinggal di Bondowoso, yap kota yang terkenal dengan sebutan kota tape.Ini kisah gue. Hari itu ketika hujan mulai turun, gue pun bergegas kembali kerumah. Berlari melewati jalanan becek dan basah. Suara halilintar sesekali terdengar menggema. Gue mulai takut untuk meneruskan perjalanan lebih jauh lagi. Gue berhenti disebuah gudang tua yang tampak seperti bangunan tua tak terurus, dengan semak belukar dan rerumputan kerig yang berserakan. Gue duduk di sebuah kursi tua yang terbuat dari kayu. Setidaknya kursi ini bisa membuat gue beristirahat sejenak setelah lelah sejam berlari. Sesekali gue menatap ke jendela, seperti ada sesuatu yang menarik perhatian gue. Rasa penasaran mengelilingi kepala gue. Gue hampiri secara perlahan lahan mengintip dari sebuah jendela, terdengar suara tangisan yang cukup ringan. Seorang cewek dengan wajah penuh corengan lumpur, terlihat sangat ketakutan. Gue mencoba mendekati dan tersenyum simpul.

“hei kamu siapa, knapa nangis?” Tanya gue.
ssiii siiapa kamu? Jangan dekati aku!” jawabnya.

 Gue merogoh sebuah cokelat yang ada di saku celana gue yang sempet gue beli di sebuah warung sepulang bermain. Dengan ramah gue berikan cokelat itu, terlihat dia begitu kedinginan dan lapar. Akhirnya dia mulai mendekat dan mengurangi rasa takutnya. Pembicaraanpun dimulai dan berlangsung lama. Namanya tika, dia tetangga yang baru pindah. Dia menangis karena dikerjain dengan teman temannya. Rupanya dia juga membawa payung hijau untuk ke gudang ini
Rintikan tetesan hujan terakhir telah jatuh, pelangi muncul dari balik awan. Gue ajak tika keluar dari gedung tua itu dan menunjukkan hal indah yang muncul.. Gue gandeng tangan dia dan saling menatap pelangi. Gue menoleh kesamping menatap tika yang tampaknya sangat senang. Dan akhirnya gue putusakn untuk pulang kerumah. Jarak rumah yang  tidak cukup jauh memudahkan gue untuk saling bertemu. Rupanya tika seorang cewek pemalu. Tampaknya dia tidak memiliki banyak teman di sekolah dasar yang satu sekolah sama gue. Gue rela meluangkan waktu bersamanya sepulang sekolah. Tentunya ketika semua tugas sekolah selesai. seperti biasanya gue sama dia bertemu di tempat yang sama. Di sebuah taman di tengah kompleks yang tak jauh dari rumah. Kita menghabiskan waktu bersama cukup lama, tak jarang pantat gue kesakitan tiap kali dipukul ma bapak gue gara gara bermain sangat lama.
            Beberapa tahun berlalu, tika yang waktu itu teman satu sekolah SD hingga SMP begitu sedih. Semua ini dia dapati ketika mengetahui gue akan pindah rumah, dan tidak melanjutkan sekolah dikota tempat kelahiran gue ini. Semuanya begitu berat, terlebih banyak kenangan yang telah kita lalui bersama.
            Tiba dihari saat gue akan pindah rumah, gue pergi menemui tika untuk terakhir kalinya. Gue kasih sebuah boneka kecil, boneka pisang yang gue beli tanpa sepengetahuan dirinya. Tika sangat sedih, sesekali dia menunduk dan meneteskan air matanya.

“tika gue pergi hari ini. Mungkin jika memang bisa bertemu, kita akan bertemu lagi. Berjanjilah untuk menjadi seorang tika yang gue kenal” bujuk gue pada tika

Tika hanya bisa menangis dan berlari menuju kamarnya mengunci kamar rapat rapat, dan tidak mau bicara. Bunda tika berusaha membujuknya untuk keluar, namun dia tetap bersikukuh didalam kamarnya.

“yasudah bunda, sebaiknya saya pulang. Sepertinya keluarga sudah pada nungguin saya dari tadi. Salam buat tika bunda! Andi pamit” kata gue.

Bunda tika tersenyum simpul menatap gue, tangan lembutnya mengelus kepala gue sambil ngucapin beberapa kata sebelum gue pergi.

“hati hati ya nak andi, tika pasti akan merindukanmu. Kalau ada waktu, main main kesini lagi. Kami semua akan menyambutmu”.

Gue pun menggangguk dan tersenyum. Dengan berat hati gue pergi kembali menuju sebuah mobil dengan keluarga yang sudah cukup lama nungguin gue. Gue tatap dari dalam jendela mobil, sepertinya tidak ada tika diluar.

bapak bisa kita berangkat sekarang?” pinta gue.

Roda mobil gue mulai berputar meninggalkan tempat kelahiran gue. Seseorang tampak dari spion sedang berlari mengejar mobil gue, gue tatap kebelakang. Rupanya tika sedang mengejar gue. Namun gue tak bisa membuat mobil ini berhenti. Hanya akan membuat perpisahan semakin menyedihkan. Bapaku melaju kencang menuju kota tempat tinggalku nanti, kota pendidikan yaitu Jogjakarta. Gue menempuh jarak yang cukup jauh dari bondowoso. Sangat melelahkan rasanya ketika sampai dirumah dinas bapak gue. Gue turunkan semua barang barang gue dan mulai menata semuanya dikamar baru gue.
            Hari hari gue coba jalani dengan menerima semua hal yang baru. 3 tahun kemudian setelah kelulusan gue dari sebuah SMA di Jogjakarta, gue meneruskan dengan kuliah sastra bahasa Indonesia di sebuah fakultas sastra ternama di kota malioboro ini, melalui jalur bidikmisi gue memperoleh beasiswa kuliah. Lumyanlah untuk menghemat pengeluaran orang tua untuk membayar biaya kuliah. Pas di hari pendaftaran, gue mendatangi sebuah tempat bagian pendaftaran ulang yang akan ditutup sejam lagi. Setelah kedatangan gue di tempat kuliah yang cukup besar dan sering membuat gue tersesat. Gue merasa akan terlambat, gue mulai bergegas dan berlari. “Brraaak” suara buku berjatuhan. Setelah gue menabrak seorang calon mahasiswi.

“maap maap. Gue terburu buru. Sekali lagi maaf”. Kata gue.
“iya tidak apa” jawabnya. Tiba tiba gue tatap wajahnya seperti tak asing.
maaf, nama loe tika bukan?” Tanya gue dengan penasaran.
“iya, tunggu tunggu. Kamu andi?” jawab dia.

            Rasa senangku tak terhingga, bertemu dengan sahabat lama yang lama tak bertemu. Gue teringat dan bergegas pergi untuk daftar ulang yang semakin mendekati waktu penutupan.
            Berhari hari kemudian, setelah gue melewati masa ospek. Gue duduk ditengah taman dekat air mancur. Melihat dari kejauhan tika akan menghampiri. Dengan boneka pisang yang menggantung di tasnya. Dia berlari mengahmpiri gue.
            “eh andi, ngapain loe disini, sendiri aja ndi?” kata tika.
            “ia neh, sendirian saja temanin gue disini tik” kata gue.

            Kami pun mengobrol keasyikan, tiba tiba langit mulai mendung. Hujan mulai turun. Gue mengajak tika ke tempat teduh. Suasana mulai mendingin. Gue lihat bibir tika mulai pucat. Wajahnya tampak begitu lemas. Tanpa pikir panjang gue buka jaket gue dan memakaikannya ke tubuh dia. Gue pikir itu semua akan membuat dirinya merasa lebih bakan namun tidak sama sekali, badanya semakin pucat dan lemas. Gue coba mencari kontak sanak saudarnya di Jogjakarta. Gue hubungi tantenya. Akhirnya sampai sejam, tika dibawa tantenya ke sebuah rumah sakit terdekat. Gue menggendongnya naik turun dari mobil. gue semakin takut akan kondisi tubuhnya yang makin lama makin memburuk. Gue menunggu dan menunggu di koridor rumah sakit. Dokter keluar dan menemui kami berdua. Gue dan tanteku terkejut, rupanya tekanan pisikis yang membuat tubuhnya mudah drop. Gue merasa bersalah jika saat itu harus meninggalkannya. Terlebih ketika itu tantenya bercerita, tika tak mau makan dan minum hingga sakit demam tinggi dan parah hingga dibawah kerumah sakit. Akhirnya setelah beberapa menit. Tika sadar dari pingsannya dalam . Rupanya dia memanggilku dan tantenya, sehari menginap di rumah sakit.
Esok paginya gue bangun dan bergegas pulang disaat tika dan tantenya terlelap. Dua hari kemudian ketika tika sembuh total, ia kembali berkuliah dengan mata kuliah matematika yang diembannya. gue menemuinya dan mengajaknya pergi malam ini. Ketika tiba wakunya gue menunggu, 1 jam gue tunggu, 2 jam gue tunggu, 3 jam gue tunggu hingga larut malam. Rasa kecewa amat besar menimpa gue.
 keesokan harinya seperti biasa gue berangkat kuliah dengan motor vespa modifan gue., bertemu dengan tika di tempat parkir, sepertinya dia memanggil gue dari kejauhan. Namun gue tetap berjalan tidak menghiraukannya. Dia berlari dan berhenti didepan gue berusaha seolah olah meyakinkan gue atas apa yang terjadi semalam. Namun gue tetap tidak menghiraukannya, namun justru gue memaki dan mengumpat dirinya. Berusaha menghilangkan rasa kecewa. Gue pergi meninggalkan tika yang menangis. Gue sudah merasa tidak peduli dengan dia lagi, yang tidak memperdulikan diri gue. Yang sangat mengharapkan kedatangan dirinya.
Hari demi hari gue jalani tanpa dirinya. Sebulan kemudian pengumuman di mading sekolah terpampang foto tika dengan tulisan IN MEMORIAM. Sontak gue langsung pergi mencari kelasnya dan menanyakan alamat rumah tantenya. Gue datangi rumah tantenya tika namun tampak sepi. Akhirnya gue kembali kerumah dan meminta ijin untuk pergi ke bondowoso tempat tinggal tika. Setibanya disana semua telah banyak berubah, taman tempat bermainku sekarang tidak terurus. Namun bukan untuk kenangan tujuan gue. gue bergegas menuju rumah tika. Disana semua tampak puluhan orang berbaju hitam menghadiri acara duka. Tetapi gue terlambat. Tika telah dikuburkan sejak malam tadi. Gue benar benar kesiangan. Rasa penyesalan gue pun tak berhujung. Gue terduduk diam dikursi luar, bebarapa tetes air mata masih berjatuhan. Tiba tiba bunda tika datang menghampiri diri gue. Dengan mata bengkak dan hidung yang sedikit flu setelah seharian menagis. Beliau memberikan gue sebuah buku harian beserta kunci kecil pegangnganya berbentuk hati. Gue raba sampul buku harian tika. Akhirnya gue meminta ijin untuk kembali pulang kerumah di Jogjakarta pada bunda tika. Diperjalanan pulang gue menaiki kereta api. Menatap keluar jendela yang semua tampak basah dan agak berkabut karena hujan. berjam jam perjalanan gue tempuh. Sesampainya dirumah gue bersiap untuk istirahat setelah hampir seharian di perjalanan. Sungguh merupakan hari yang kelam dan menyedihkan. Gue coba membuka buku harian itu dengan perlahan. Tika melukiskan rasa rindunya pada diri gue melalui lembaran diary ini. Pada lembaran terakhir yang dia tulis membuat diri gue menyesal. Bagaimana tidak di lembar itulah tertulis kata kata yang bikin gue merasa terpukul
27/November/2012. Hari ini gue seneng banget. Orang yang sejak dulu gue rindukan mau ngajakin gue pergi malam ini. Tapi sungguh disayangkan. Omku harus dilarikan kerumah sakit akibat jantung koronernya yang kumat. Gue harus menemani tante gue pergi. Gue berusaha menghubungi andi. Tapi  yang gue miliki hanya nomer handphonenya yang minggu lalu dan tidak aktif lagi. Gue lupa meminta nomernya yang baru. Gue pikir besok dia akan mendengarkan penjelasan gue dengan baik.”

“28/November/2012. Hari ini begitu hancur hidup gue. Semuanya terasa tidak berarti lagi. Gue tak tahu harus berbuat apa apa lagi.”

Postingan terakhir yang dia buat membuat gue sedih. Rasa bersalah gue makin memuncak. Gue coba dan coba cari dilembaran lainnya, mungkin gue bisa nemuin tulisan lainnya. Tiba-tiba selembar lipatan kertas jatuh. Rupanya sebuah tulisan dari bunda tika.

“nak andi, sebenarnya tika saat itu ditemukan pingsan di tempat yang tak jauh dari parkiran. teman temannya membawa dirinya kerumah sakit. Namun tika koma dan tidak tertolong lagi. Selama kamu pergi dia dulu selalu datang ke taman bermain itu. Dia selalu terlihat menyendiri. Nilai rapornya juga turun. Dan tubuhnya sering sakit sakitan. Tapi sebelum koma, dia sempat berkata pada temannya unuk menitipkan salam ke bunda nak, bahwa dia meminta maaf tidak hadir malam itu. Dan dia bilang bahwa dirinya sangat sayang sama nak andi”.

Tetesan air mata jatuh membasahi pipi gue semenjak tadi gue baca. Gue berusaha tidur lalu menganggap semuanya adalah mimpi. Namun tak bisa gue pungkiri, gue harus mencoba menerima kenyataan. jika kini hanya diarymu yang dapat gue genggam.

karangan: Mohammad Iqbal As'ad Mauludy

Buku Diary Terakhirnya yang dalam pelukanku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar